Sekitar tiga
sore yang cerah Mbak Ibik beranjak dari rumah Ibu di daerah Cimahi, janjian
dengan Yogi yang sama-sama bawa kamera analog, bedanya punya Mbak Ibik itu
kamera mainan, jadinya hasilnya gak sebagus punya Yogi. Butuh sekitar 40 menit
untuk Mbak Ibik bersepeda dan Yogi sudah mejeng didepan Warung Kopi Purnama kami
gak jadi ngopi dulu soalnya tutup besok lebaran kami pergi kearah Jalan Pecinan
Lama dan Jalan Banceuy dan lihat-lihat bangunan lama disekitar sana ada Pabrik
Kopi Aroma yang juga tutup. Cerita sedikit tentang Kopi Aroma, usaha yang
dirintis oleh keluarga Tan Houw Sian ini dimulai sekitar tahun 1930, dan
menariknya mereka melakukan aging coffee
atau menaruh kopi selama beberapa tahun untuk mengurangi kadar keasamannya, dan
ini juga yang bikin kenapa kopi jadi enak.
Kami lanjut
bersepeda kearah belakang Pasar Baru, disana banyak toko-toko lama yang masih
berjaya, seperti menggunakan mesin waktu Mbak Ibik merasakan nuansa nostalgia
disana dan banyak toko atau warung yang masih mempertahankan arsitektur khas
perpaduan nuansa Eropa, Cina dan Arab seperti kita ketahui pada masa Bandoeng
Tempoe Doeloe banyak pendatang dari India, Arab dan Cina bermukim di daerah
sekitar Pasar Baru, wilayah pemukiman penduduk saat itu dibagi beberapa
wilayah, menggunakan batas rel kereta api yang membagi utara dan selatan Bandung.
Di wilayah utara rel kereta api bermukim kaum elit Eropa, bisa dibayangkan
rumah-rumah gedongan peninggalan Belanda di sekitaran Cipaganti dan Dago yang
masih mewah sampai sekarang. Dan di selatan rel kereta api bermukim kaum
pedagang khususnya daerah Pasar Baru itu mengapa mereka menyebut daerah ini
Pecinan atau kampung cina. Daerah Pasar Baru juga tersohor sebagai tempat
berplesir saat itu, seperti umumnya tempat plesir disana ada pula tempat
prostitusi , dengan Saritem sebagai primadonanya.
Banyak toko yang
kami lewati, salah dua atau tiganya ada Babah Kuya, toko Jamu langganan Heri
Kenari, Toko Kopi Kapal Api, Toko Tembakau yang Mbak Ibik lupa namanya. Kami
juga mampir ke tempat kremasi dekat Pasar Baru, dan membuat topik tentang
kematian bareng Yogi. Lalu kami menyebrang kearah Cibadak, disana terkenal
dengan jalan seribu vihara atau klenteng gak seribu sih jumlahnya ini mah lebay
aja orang-orang, Mbak Ibik suka banget lihat ornamen-ornamen yang menghiasi
vihara di Jalan Cibadak ini, oke Mbak
Ibik mulai dari arah barat toko lawas yang Mbak Ibik temui adalah Toko Alat
tulis Merauke, disini lengkap dan murah banget eteh-eteh pegawainya baik dan
ramah juga, lalu ada Toko Dupa Lian Yu, sekotak dupa harganya tergolong murah
dan Toko Lian Yu punya berbagai varian aroma dupa, bisa juga nanya sama cicinya
wangi apa yang sekarang lagi hip. Bersepeda kearah timur kami melihat banyak
rumah makan babi yang enak tapi kami belum lapar dan di Cibadak daerah timur
ini banyak toko alat tulis yang masih bertahan, mereka biasanya tutup sebelum
jam 6 sore, digantikan kuliner khas kaki lima. Disini Mbak Ibik menemukan hal
menarik yaitu sisa-sisa kejayaan Wartel atau warung telepon yang sekarang sudah
beralih fungsi jadi kios gas lpg 3 kg dan masuk blusukan kedalam gang kami
bertemu tukang cukur pinggir jalan yang
ramai pelanggan biar besok sholat iednya funky.
Lalu kami
mengayuh cukup jauh kearah utara, Mbak Ibik sempet penasaran sama Toko Cairo di
Jalan Mangga, jadi karena kita janjian sama teman-teman yang lain di sekitaran
Jalan Sultan Agung, Mbak Ibik dan Yogi mampir dulu ke Toko Cairo dan jajan
eskrim. Disana ada meja yang penuh sama benang rajut, ternyata ibu pemilik ini
doyan bikin-bikin kerajinan, pemandangan di dalam toko indah sekali, koran
berbahasa Mandarin, benang rajut yang berantakan, dan toples-toples khas warung
dimasa lalu. Ibu pemilik warung bernostalgia pengalamannya naik sepedda sama
teman-temannya ke Situ Ciburuy di tahun 1950an sambil cekikikan sendiri betapa
jauh jarak yang ia tempuh dari Jalan Mangga ke Padalarang, dia cerita jalanan Bandung - Situ Ciburuy saat itu sangat asik sekali, masih sepi kendaraan dan hanya orang kaya saja yang bisa naik mobil.
Matahari sudah mulai semakin condong ke barat, Mbak Ibik dan Yogi pun pamit kepada ibu pemilik warung sambil beranjak memboseh ke tempat janjian dengan kawan lainnya. Sedikit catatan pengantar dari Mbak Ibik untuk warung-warung ini. Untuk warung-warung yang masih bertahan dan mengantarkan nostalgia terimakasih banyak.
Salam sayang,
Bandung, Juli 2017
*dan baru di-poskan di Hoofddorp, Oktober 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar