Pernah bertanya
bagaimana ketika seorang Kopral Belanda suruhan Sir Thomas Stamford Raffless,
pertama kali menemukan bangunan dari batu yang bertumpuk berisikan patung –
patung dan relief – relief indah di sebuah bukit di daerah Magelang, aku
mungkin sama terpesonanya dengan si Kopral itu, ingat sebelumnya pernah mencoba
naik sepeda dari Malioboro tapi menyerah di Sleman dan ternyata tempat yang dituju masih jauh.
***
Peluit
kereta api bertiup kencang di Stasiun Kutoarjo, hari masih sepi fajar merah
masih malu-malu mengintip di timur. Di tempat transit ini mataku yang masih
berat dipaksa harus bangun karena ternyata baru bisa tertidur dua jam terakhir
sebelum tiba, kereta yang akan mengantarkan kami ke Jogja baru ada jam 9, jadi
aku pikir masih ada waktu untuk mencari sarapan, dan akhirnya hanya makan mie
instan yang dibagi dua bersama seorang teman. Stasiun Kutoarjo yang tadi shubuh
sepi lenggang, siang ini nampak ramai dan sedikit panas jarum jam kecil
ditembok stasiun pun menunjukan angka 9 kurang sepuluh dan kami akhirnya
menaiki kereta lanjutan dari Kutoarjo, di perjalanan singkat menuju Jogja
sepanjang kanan dan kiri jalur rel ilalang tumbuh sepinggang orang dewasa dan
jauh disana ada Merapi dan Merbabu yang sangat indah dengan awan tipis
menghiasi langit yang biru siang itu,
“ Itu Merapi
sama Merbabu ya ? “
“ Iya, mau
kesana emangnya? “
“ Pastilah,
harus. “
Dan itu kami
berempat yang sedang kebingungan di Sostrowijayan, dan akhirnya bertemu seorang
teman yang membuat kami menumpang tidur di kostannya, setelah istirahat hari
berganti malam dan kami diajak untuk mengunjungi
Festival Musik Tembi, ini semacam rasa capek yang terbayarkan karena disini
kami disuguhkan musik – musik yang nyaman sekali ditelinga, seolah alam pun
ikut menyemarakkan malam itu karena di atas langit sedang padang bulan, aku
berdoa semoga esok malam sama cerahnya dengan malam ini.
Hari yang
ditunggu pun tiba, hari ini tanggal 25 Mei 2013 bertepatan dengan perayaan
Waisak di Borobudur, kami berangkat dari tempat kost teman pukul 10 siang,
sedikit terlambat karena tadi malam terbawa suasana sehingga lupa waktu. Naik
Trans Jogja sampai Terminal Giwangan, disana lalu naik bus tujuan Magelang
sepanjang perjalanan cuaca mendung dan tidak lama hujan turun cukup deras,
perasaanku jadi tidak enak. Oh ya, kami janji untuk bertemu teman yang akan
datang menyusul langsung ke Borobudur tapi setelah dekat Borobudur terjadilah
salah komunikasi, kami salah menyampaikan tempat untuk janjian bertemu telepon
genggam pun menunjukan tanda bahwa pesan tidak dapat terkirim, di telepon pun
tidak bisa tersambung jadi aku hanya mengandalkan intuisi untuk bertemu
dengannya. Seorang teman pernah mengatakan ‘ percaya atau tidak ditempat
seramai apa pun kita akan tetap bisa menemukan orang yang kenal baik dengan
kita tanpa kita saling berkomunikasi sebelumnya, ini seperti ada gelombang
elektromagnetik yang mengirimkan sinyal sehingga memberitahu kita dan akhirnya
pun bisa bertemu ‘. Aku masih coba terus menghubungi tapi sama saja nihil
hasilnya, berputar – putar disekitaran pelataran, mengikuti orang lain yang
berjalan kearah selatan dan sampai akhirnya
“ Mbak ! “
teriakku
“ Ya ampun,
akhirnya! Aku sampai putus asa muter – muter dong “
“ Maafin aku
mbak, tapi akhirnya ketemu juga kan “
“ Iya
mengandalkan intuisi “
“ Bukan
mbak, ini karena ada gelombang elektromagnetik diantara kita.” Aku terkekeh.
Kami waktu
itu berdelapan, berjalan berdekatan takut saling terpisah karena Borobudur sedang
sangat padat, hari itu sangat indah Borobudur dihiasi ornamen khas Waisak ada
patung Budha yang besar dengan senyum sejuknya di pelataran candi dan aku
terpesona pertama kalinya setelah dua tahun yang lalu aku pernah mencoba
menaiki sepeda dari Malioboro tapi akhirnya menyerah dan hari ini aku
melihatnya, dia yang begitu cantik dan agung. Kabut – kabut tipis pun
menyelimuti perbukitan Menoreh membuat sore itu semakin indah seperti dalam
cerita aku pun bahagia.
Ketika hari
menjelang malam rintik – rintik hujan turun dan lama kelamaan menjadi sedikit
deras, para peserta Waisak tetap memanjatkan doa ditengah – tengah hujan yang
semakin deras sampai akhirnya acara puncak penerbangan 1000 lampion pun
dibatalkan karena hujan tidak mau berhenti, aku sedikit kecewa dan akhirnya
menangis diam – diam karena sebetulnya
aku menunggu momen ini hampir delapan bulan tapi hujan yang turun merefleksikan
berkah untuk kita semua yang hadir disana malam itu. Sambil menunggu hujan agak
reda kami diam di mushala, baju yang
basah kuyup ransel yang basah dan asyiknya kami tidak punya tujuan kemana –
mana lagi, mau pulang ke Jogja jelas ini pukul 11 malam tidak ada angkutan umum
yang beroperasi dan akhirnya kami beristirahat di tenda – tenda bekas peserta
Waisak, belum sepuluh menit datang petugas yang mengusir kami dan tidak
memperbolehkan kami untuk menunggu pagi disana. Dalam kelelahan kami berjalan
keluar komplek Borobudur perlahan – lahan ada lampion yang membumbung tinggi
keangkasa mungkin jumlahnya sedikit tapi sangat indah, sambil mencari tempat
untuk menunggu pagi akhirnya kami bertemu dengan teman dari Jakarta, dia
seperti malaikat bertopi malam itu yang memberi kabar baik kalau ada tempat
yang nyaman untuk disinggahi, kami naik ojek menyusuri kampung, sawah dan
ladang warga dalam gelap sampai akhirnya kami tiba di depan pintu gerbang naga
– ya betul, digerbangnya benar – benar terdapat patung naga.
“ Selamat
datang di Rumah Seni Eloprogo “ sambut mereka hangat.
Kami
menjawabnya dengan senyuman dan anggukan malu – malu .
Suasana
disana sangat asing tapi hangat banyak
juga teman – teman baru dari berbagai daerah yang akhirnya bertukar cerita dan
berbagi malam bersama, kami tidur meringkuk bertumpukan di salah satu gazebo
dengan celana dan baju yang sedikit lembab. Pagi yang indah di Rumah Seni
Eloprogo ini, ternyata rumah seni ini didirikan di tepi pertemuan sungai Elo
dan Progo, kalau saja malam tidak hujan, pagi ini mungkin kami sudah asyik
berenang disana tetapi aku tidak mau menyalahkan hujan yang indah turun tadi
malam itu. Ditepiannya kami sarapan dan berdoa beramai - ramai sambil saling
berbagi makanan dengan teman - teman baru kami. Sayang sekali siang ini kami harus
meninggalkan Eloprogo, untuk kembali ke Jogja mungkin akan ada purnama-purnama
yang memanggil kami untuk kembali kesana suatu hari nanti.
Terimakasih banyak Larissa, Widi, Adi, Boby, Candra, Array,
Essoy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar